“KRITIK
SASTRA”
Disusun
oleh :
CITRA
PHILOSIA SOEHARTO
Judul : Toto
Sudarto Bachtiar Penyair Ibukota Senja
Kritikus : H.B.
Jassin
Tahun : 1985
1.
Informasi
Toto
Sudarto Bachtiar adalah seorang penyair yang memulai lakonnya pada tahun 1950.
Dia menulis esai dan menerjemahkan kesustraan asing. Kumpulan sajaknya yang
diterbitkan adalah Suara (1956) dan Etsa (1958). Sajaknya termuat dalam majalah
Mimbar Indonesia, Zenith, Siasat, Indonesia, Pujangga Baru, dan Kisah. Dalam
antologi Suara ada 43 sajak bersifat
bercerita dan Etsa ada 40 sajak
berupa luapan batin. Dalam kritik H.B. Jassin karya Toto Sudarto Bachtiar
merupakan karya yang dapat berdiri sendiri tanpa pengaruh dari karya sastra
sebelumnya. Seperti yang dikenal bahwa Toto Bachtiar merupakan sastrawan
angkatan 50.
2.
Teori dan Metode
yang digunakan
Teori
kritik sastra ekspresif yang digunakan H.B. Jassin dalam mengkritik karya-karya
dari Toto Sudarto Bachtiar. Kritik Ekspresif ini menghubungkan karya sastra
dengan pengarangnya. Tolok ukur keberhasilan karya sastra dalam teori kritik
ini dianggap sebagai sarana curahan, luapan emosi, ucapan, ekspresi pikiran dan
perasaan pengarang.
Metode
yang digunakan adalah metode perbandingan. Penggunaan metode ini bertujuan
untuk mendapatkan hasil pemahaman makna karya sastra dengan jalan membandingkan
dua karya untuk menunjukkan perbedaan tema, struktur, ataupun gaya antara karya
sastra Toto Sudarto Bachtiar dengan karya sastra Chairil Anwar.
3.
Langkah-langkah
kritikus
a.
Tahap Deskripsi
Toto
Sudarto Bachtiar adalah sastrawan angkatan 50. Antologi yang dikenal banyak
masyarakat adalah Suara yang diterbitkan ditahun 1956 dan Etsa ditahun 1958.
Karya Toto Sudarto Bachtiar lebih mengangkat tema kehidupan sosial. Kemelaratan
dan penderitaan, kesedihan dan kesenduan rakyat jelata merupakan sesuatu
ungkapan yang dominan dalam setiap karyanya.
b.
Tahap
Intepretasi
Bahasa
yang digunakan Toto Sudarto Bachtiar lebih kepada penggunaan kata-kata sebagai
perlambang atau simbolik dari kehidupan yang luas dengan segala kemungkinannya.
Seperti pada sajaknya “Tanya” mengatakan “Senandung Hati” yang bermaksud orang
yang melagukan bukan hanya pada lagu saja. “Tidur” digunakan untuk menyimbolkan
orang mati bukan hanya orang berada di luar kesadaran.
Isi
dalam antologi Toto Sudarto Bachtiar yang berjudul Suara hal-hal yang menonjol
adalah nilai-nilai sosial yang terkandung, arti kesengsaraan, dan kepasrahan
pada hidup. Sedangkan dalam Etsa isi karya sastra yang mendominasi adalah
sajak-sajak metafisis, sajak renungan diri tentang adanya dunia, pertanyaan
dari mana ke mana, apa yang dapat dicapai dan apa yang harus kembali dilepaskan,
apa yang terampas dan apa yang lepas.
Tema
dalam karya Toto Sudarto Bachtiar adalah tema-tema sosial, kemiskinan dan
kemelaratan si orang kecil, belas kasih pada hidup sia-sia, solidaritas dengan
“dunia yang luka dan terlantar” dalam Suara. Sedangkan pada Etsa tema yang
diungkapkan adalah pertanyaan-pertanyaan pada kehidupan dunia.
Amanat
yang ingin disampaikan bahwa suatu kehidupan adalah misteri yang datang seperti
mimpi hampir tertangkap tapi hilang kembali. Hidup bisa saja sekeras batu,
tetapi lebih indah dirasakan jika dijalani dengan keikhlasan. Jika dalam
menjalani kehidupan hanya keindahan yang dirasa, maka manusia akan merasa bahwa
rintangan adalah penderitaan.
c.
Tahap Analisis
Dalam
tahap inti H.B Jassin membanding-bandingkan karya Toto Sudarto Bachtiar dengan
karya Chairil Anwar yang bahasa sajak-sajaknya tidak menunjukkan pengaruh. Pada Chairil Nampak keberanian membentuk kiasan-kiasan baru
yang aneh kadang bertentangan dengan logika tradisional. Misalnya, “sebuah
jendela menyerahkan kamar ini pada dunia”. Toto pun juga menampilkan kiasan
yang menarik “detik-detik melompat dari jam tanpa hormat”. Dalam kiasan Chairil
Anwar personifikasi masih berpokokkan barang yang konkret, sedangkan Toto
berpusat pada suatu yang abstrak.
d.
Tahap Evaluasi
Di dalam
tahap ini H.B. Jassin mengemukakan pujiannya terhadap karya Toto Sudarto
Bachtiar bahwa Toto bukanlah penyair epigon. Toto mempunyai kematangan yang
membuat dia sebagai Toto bukan orang lain. Bahasa dan isi karya sastra Toto
mempunyai ciri khas tersendiri. Seperti pada kiasaan yang abstrak, kombinasi
kelompok kata dan penempatan tanda istirahat yang berbeda-beda antara kalimat,
kiasan dan simbolik yang membutuhkan penafsiran menurut pengetahuan dan
pengalaman pembaca.

Tidak ada komentar :
Posting Komentar