Blogger Widgets Laskar Japemethe: KRITIK SASTRA Selamat Datang di Blog Japemethe : Seputar Bahasa dan Sastra Blogger Widgets

Selasa, 24 Desember 2013

KRITIK SASTRA



                                                                                                  
“KRITIK SASTRA”


                                                                                     Disusun oleh :
                                                                       CITRA PHILOSIA SOEHARTO



Judul        :    Toto Sudarto Bachtiar Penyair Ibukota Senja
Kritikus    :    H.B. Jassin
Tahun       :    1985

1.        Informasi
          Toto Sudarto Bachtiar adalah seorang penyair yang memulai lakonnya pada tahun 1950. Dia menulis esai dan menerjemahkan kesustraan asing. Kumpulan sajaknya yang diterbitkan adalah Suara (1956) dan Etsa (1958). Sajaknya termuat dalam majalah Mimbar Indonesia, Zenith, Siasat, Indonesia, Pujangga Baru, dan Kisah. Dalam antologi Suara ada 43 sajak bersifat bercerita dan Etsa ada 40 sajak berupa luapan batin. Dalam kritik H.B. Jassin karya Toto Sudarto Bachtiar merupakan karya yang dapat berdiri sendiri tanpa pengaruh dari karya sastra sebelumnya. Seperti yang dikenal bahwa Toto Bachtiar merupakan sastrawan angkatan 50.

2.        Teori dan Metode yang digunakan
          Teori kritik sastra ekspresif yang digunakan H.B. Jassin dalam mengkritik karya-karya dari Toto Sudarto Bachtiar. Kritik Ekspresif ini menghubungkan karya sastra dengan pengarangnya. Tolok ukur keberhasilan karya sastra dalam teori kritik ini dianggap sebagai sarana curahan, luapan emosi, ucapan, ekspresi pikiran dan perasaan pengarang.
          Metode yang digunakan adalah metode perbandingan. Penggunaan metode ini bertujuan untuk mendapatkan hasil pemahaman makna karya sastra dengan jalan membandingkan dua karya untuk menunjukkan perbedaan tema, struktur, ataupun gaya antara karya sastra Toto Sudarto Bachtiar dengan karya sastra Chairil Anwar.


3.        Langkah-langkah kritikus
a.              Tahap Deskripsi
         Toto Sudarto Bachtiar adalah sastrawan angkatan 50. Antologi yang dikenal banyak masyarakat adalah Suara yang diterbitkan ditahun 1956 dan Etsa ditahun 1958. Karya Toto Sudarto Bachtiar lebih mengangkat tema kehidupan sosial. Kemelaratan dan penderitaan, kesedihan dan kesenduan rakyat jelata merupakan sesuatu ungkapan yang dominan dalam setiap karyanya.

b.             Tahap Intepretasi
         Bahasa yang digunakan Toto Sudarto Bachtiar lebih kepada penggunaan kata-kata sebagai perlambang atau simbolik dari kehidupan yang luas dengan segala kemungkinannya. Seperti pada sajaknya “Tanya” mengatakan “Senandung Hati” yang bermaksud orang yang melagukan bukan hanya pada lagu saja. “Tidur” digunakan untuk menyimbolkan orang mati bukan hanya orang berada di luar kesadaran. 
         Isi dalam antologi Toto Sudarto Bachtiar yang berjudul Suara hal-hal yang menonjol adalah nilai-nilai sosial yang terkandung, arti kesengsaraan, dan kepasrahan pada hidup. Sedangkan dalam Etsa isi karya sastra yang mendominasi adalah sajak-sajak metafisis, sajak renungan diri tentang adanya dunia, pertanyaan dari mana ke mana, apa yang dapat dicapai dan apa yang harus kembali dilepaskan, apa yang terampas dan apa yang lepas.
         Tema dalam karya Toto Sudarto Bachtiar adalah tema-tema sosial, kemiskinan dan kemelaratan si orang kecil, belas kasih pada hidup sia-sia, solidaritas dengan “dunia yang luka dan terlantar” dalam Suara. Sedangkan pada Etsa tema yang diungkapkan adalah pertanyaan-pertanyaan pada kehidupan dunia.
         Amanat yang ingin disampaikan bahwa suatu kehidupan adalah misteri yang datang seperti mimpi hampir tertangkap tapi hilang kembali. Hidup bisa saja sekeras batu, tetapi lebih indah dirasakan jika dijalani dengan keikhlasan. Jika dalam menjalani kehidupan hanya keindahan yang dirasa, maka manusia akan merasa bahwa rintangan adalah penderitaan.

c.              Tahap Analisis
         Dalam tahap inti H.B Jassin membanding-bandingkan karya Toto Sudarto Bachtiar dengan karya Chairil Anwar yang bahasa sajak-sajaknya tidak menunjukkan pengaruh. Pada Chairil Nampak keberanian membentuk kiasan-kiasan baru yang aneh kadang bertentangan dengan logika tradisional. Misalnya, “sebuah jendela menyerahkan kamar ini pada dunia”. Toto pun juga menampilkan kiasan yang menarik “detik-detik melompat dari jam tanpa hormat”. Dalam kiasan Chairil Anwar personifikasi masih berpokokkan barang yang konkret, sedangkan Toto berpusat pada suatu yang abstrak.

d.             Tahap Evaluasi
         Di dalam tahap ini H.B. Jassin mengemukakan pujiannya terhadap karya Toto Sudarto Bachtiar bahwa Toto bukanlah penyair epigon. Toto mempunyai kematangan yang membuat dia sebagai Toto bukan orang lain. Bahasa dan isi karya sastra Toto mempunyai ciri khas tersendiri. Seperti pada kiasaan yang abstrak, kombinasi kelompok kata dan penempatan tanda istirahat yang berbeda-beda antara kalimat, kiasan dan simbolik yang membutuhkan penafsiran menurut pengetahuan dan pengalaman pembaca.


Tidak ada komentar :

Posting Komentar


Get Free Music Indonesia Technology

Free Music Indonesia Technology